30-Oct-2009 07:45
Jumat, 30 Oktober 2009 03:44 WIB
Gianyar, Kompas - Strategi penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap pertanian harus fokus pada langkah-langkah adaptasi dibanding mitigasi. Hal ini karena pertanian menjadi korban dari perubahan iklim dan bukan sumber masalah.Pakar iklim yang juga Kepala Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian Irsal Las, Kamis (29/10) di Jakarta, menyatakan, kontribusi pertanian pada perubahan iklim global relatif kecil.Pertanian, kata Irsal, adalah korban dari perubahan iklim dunia. Akibat dari perubahan iklim global adalah petani kesulitan menentukan waktu tanam karena iklim menjadi tidak pasti. Kemarau berlangsung lebih lama dan curah hujan lebih tinggi.
Oleh karena itu, Irsal berpendapat, Pemerintah Indonesia harus lebih mengedepankan adaptasi terhadap perubahan iklim global daripada menghabiskan energi untuk melakukan mitigasi. ”Ini bukan berarti mitigasi tidak penting, tetapi adaptasi jauh lebih penting,” ujarnya.
Pemanfaatan teknologi pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim harus menjadi prioritas. Pemulia tanaman ditantang untuk menghasilkan varietas tanaman yang berumur pendek, lebih tahan salinitas, hemat air, tahan dalam kondisi kering maupun terendam, tanpa mengurangi produktivitas.
Banyak lembaga pemerintah yang menangani isu perubahan iklim. Namun, menurut Irsal, koordinasi di antara lembaga-lembaga itu masih lemah.
Program 100 hari
Terkait program jangka pendek atau program 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu II, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Gatot Irianto mengungkapkan, Balitbang Pertanian akan membagi-bagikan benih padi unggul bermutu dengan umur sangat pendek.
Langkah ini, kata Gatot, sebagai salah satu cara agar petani mau mengadopsi benih padi varietas baru yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.
Gatot mengakui, memasuki musim tanam rendeng di tengah isu fenomena iklim El Nino, banyak petani yang bingung menentukan waktu tanam. Mereka khawatir terkecoh turunnya hujan yang akhir-akhir ini terjadi.
”Kebingungan itu bisa ditekan bila petani memanfaatkan varietas-varietas padi yang adaptif,” kata Gatot.
Varietas padi spesifik lokasi yang akan dibagikan oleh pemerintah berumur tanam pendek, lebih tahan salinitas, kekeringan, ataupun rendaman.
Sementara itu, pakar tanah Balai Penelitian Tanah Balitbang Pertanian Abdurachman Adi melihat, usaha budidaya pertanian semakin banyak dilakukan di lahan yang tidak sesuai untuk pertanian.
Hal itu, kata Abdurachman, antara lain, menanam di lahan-lahan pegunungan dengan tingkat kemiringan yang tinggi tanpa memerhatikan teknik pemanfaatan lahan yang tepat. ”Dan, tidak diikuti dengan strategi konservasi yang baik. Akibatnya, penyerapan air berkurang dan erosi terus terjadi,” ujarnya.
Abdurachman mengingatkan, budidaya di lahan yang tidak tepat akan menimbulkan masalah baru lingkungan. (MAS)
Source:Kompas Kompas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar